...Tapi kemudian, terbayang kembali nama nama latin di pelajaran tersebut. Ah gamaauuuu! Aku gasuka ngapalin nama nama itu! Benciii!
Kenapa harus aku? Kenapa ibu harus milih aku? Apa gara gara nilai biologiku bagus? Ah kalau tau begini akhirnya, mendingan aku di remed waktu itu -,-
Aku kembali putus asa.
Syabina harus bisa! Syabina ga boleh jadi pengecut! Syabina bisa!
Harus bisaaaaa! Jerit batinku.
Akhirnya, dengan perasaan yang kacau balau. Aku menyaipkan diriku untuk mendatangi sekolah.
Aku melihat hapeku, ada balasan dari Desi. Hmm aku harus mampir ke rumahnya, aku sudah janji.
Saat berpamitan pada bibi, aku ketus. Entah mengapa, aku masih dongkol dengan paksaan ini. Begitupun saat aku berjalan menuju rumahnya Desi, aku bertemu teman sekolahku. Akupun membalas sapaannya dengan ketus. Ah kenapa aku ini?
Aku berjalan menuju rumahnya Desi, aku kesana untuk mebayar pulsa yang aku beli kemarin. Ga enak kalo terlalu lama bayarnya.
Setelah sampai dirumahnya Desi, aku buru buru memberikan uang itu.
Desi mungkin heran, mengapa disaat anak SMA (kecuali kelas XII) pada libur, aku malah memakai seragam sekolah.
Akhirnya aku ceritakan secara singkta pada Desi apa yang aku alami.
Tapi karena aku tak punya banyak waktu, aku cepat cepat pamit.
Aku menunggu angkot di depan gang rumahnya Desi.
Lama, tak ada angkot yang melintas.
Hmm mungkin Allah juga ga ngijinin aku buat pergi ke sekolah. Kataku asal dalam hati
Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya angkot yang aku caripun muncul.
Sepanjang perjalanan, aku masih memikirlan apa yang akan terjadi kedepannya.
Besok? Olimpiade? Huuuh -,-
Rasa sebal, marah, dongkol, benci, semua menyatu.
Aku benar benar tidak suka dengan paksaan ini!
Aku ingin menangis, tapi aku sedang berada di angkot. Aku masih punya rasa malu. Akhirnya aku tahan rasa itu.
Sampai di gerbang SMAN 3 Subang. Sepi.
Mungkin kelas XII sedang pusing mengerjakan soal US mereka masing masing.
Aku tadinya akan langsung masuk dan menuju perpustakaan sekolah, tapi aku malu. pasti banyak guru guru di dalam. Ditambah dengan mukaku yang sembab karena habis menagis tadi di rumah dan menahan tangis tadi di angkot.
Akhirnya aku duduk dibawah pohon belimbing. Seorang satpam memperhatikanku. Tapi aku tak peduli.
Aku mengsms mamaku, tapi lama tak ada balasan. Akhirnya aku menelfonnya.
Mamaku datang dari arah dalam. Aku menghampirinya.
Mamaku heran, bukannya tadi aku ga mau ke sekolah?
Akhirnya aku bercerita, Bu Yuyun maksa aku, pake bawa kepala sekolah segala lagi -,-
Mamaku mengajak aku duduk disebuah bangku panjang di depan kelas XII IPS
Aku disana berdialog dengan mamaku, cukup alot. Karena aku sulit berkata kata. Aku sedang marah, sebal, dongkol, benci!
Aku memalingkan muka dari wajah mamaku. Aku tak kuasa menatap matanya.
Mamaku meyakinkanku. Ah tapi aku taj pernah yakin dengan kemampuanku sendiri!
Aku tak kuasa menahan tangis, akhirnya aku menagis disana. Di bangku panjang depan kelas XII IPS. Ya, aku memang cengeng.
Aku menghapus air mataku dengan tissue yang aku bawa. Tapi tissue itu tak berguna sama sekali.
Akhirnya aku berlari ke toilet yang berada di ujung kelas XII IPS.
Saat berlari tersebut, aku sempat berpapasan dengan mantan guru fisika ku, aku menyalaminya dengan muka tertunduk, beliau senpat bertanya, "Kenapa? Kok nangis?" Aku tak mengiraukannya
Di dalam toilet aku menangis sepuasnya, aku nyalakan keran sekencangkencangnya agar dapat menelan suara tangisku.
Aku tertekaaan! Sungguh tertekan.
Setelah reda tangisku dan sedikit hilang bekas tangis dimataku, aku keluar toilet.
Mama sudah menungguku diluar toilet.
Mama bilang, "udah biarin, gapapa ga ikutan juga. Mama udah bilang ke Bu Yuyun"
Saat itu aku masih dongkol. Aku tak berkata apa apa. Aku bingung harus senang atau bagaimana.
Mama lalu mengajakku bertemu bu Yuyun di ruang guru.
Spontan aku menolaknya, aku lebih baik pulang ke rumah.
Lantas mama mengantarkanku sampai ke gerbang.
Aku pulang, menaiki angkot yang biasa aku naiki jika pulang sekolah.
Hhhhhh.. Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku sendiri.
Aku memang merasa lega karena tak jadi mengikuti OSN itu. Tapi masih ada yang mengganjal di hati.
Mungkin sekolahku tak mengirimkan wakilnya untuk mapel Biologi. Karena aku tak mau mengikutinya. Tapi salah sendiri, kenapa mintanya dadakan? Seh , sebal !
Mungkin , aku telah menyelesaikan masalah ini. Tapi aku rasa aku memulai suatu masalah baru.
Ya, aku tak tahu bagaimana nanti jika aku bertemu dengan Bu Yuyun. Di kelas ataupun dilingkungan sekolah lainnya.
Aku merasa bersalah. Tapi ah, beliau juga salah.
Mungkin beliau kecewa berat dengan sikapku. Tapi itu semua demi kebaikanku. Aku tak mau stress dengan beban itu.
Hm aku hanya bisa berdoa, supaya nanti jika aku bertemu dengan beliau, aku maupun beliau telah melupakan hal ini. Amin.
Ditulis : 05042010 pukul 13.11
Senin, 05 April 2010
ENTAHLAH, MUNGKIN TEKANAN BATIN (1)
HANYA SEKEJAP, NAMUN MERUBAH HIDUPKU.
Subang, 5 April 2010
Kejadian ini terjadi beberapa jam lalu. Ya, hanya sekejap. Namun itu membuat aku sangat tersiksa.
Saat itu aku sedang sarapan sambil menonton Dahsyat, acara musik yang disiarkan RCTI.
Tiba tiba telepon rumah berdering, aku yang sedang mengunyah sarapanku, malas malasan mengangkat telepon.
Begini kira kira percakapanku di telepon itu
Suara di sebrang sana "Nggie? Ieu nggie?"
"Enyaa, naon mah?" Kataku tak begitu jelas, karena masih mengunyah nasi dan tumis kangkung, sarapanku.
"Gie saur Pa Yaya hoyong teu ngiringan kebumian tea, ayeuna enggal kadieu" Pinta mamaku
"Hah? Naon alim ah, enjing kan OSN na? Meni di dadak, alim!" Kataku tegas
"Yeh saur Pa Yaya kedah ceunah, nyobian weh atuh" Mamaku masih meminta
"Alim! Ayeuna teh nuju seueur tugas mamaah, seueur nu kedah dikerjakeun nuju liburan teh" Jelasku
"Nya ayeuna kadieu heula weh, bimbingan heula, keputusan ngiring atau henteu na mah kumaha ngke" Mamaku tetap meminta
"Aaaah alim mama! Aliiimmm!" Aku mulai tak tenang
"Tuh da Pa Yaya, hm nya ntos lah. Lain mah nyobian heula" Mamaku sedikit kecewa
"Da saur nggie alim nya alim. Dadakan pisan sih" Kataku ketus, sebal!
"Nya ntos, assalamualaikum" Mamaku memutus telepon sebelum aku menjawab salamnya.
Aku kembali ke tempat dudukku, melanjutkan sarapan dengan hati tidak tenang.
Saat selesai makan, aku pergi ke dapur untuk minum dan mencuci piring.
Saat mencuci piring itu, khayalanku beraksi.
"Hmm gimana kalo nanti Pa Yaya yang neleponnya, terus maksa aku, mau ngomong apaan aku? mati deh udah, ga bakalan bisa nolak!"
"Ah berarti nanti kalo ada nomer yang ga dikenal nelfon ke hape aku, aku diemin aja deh, pasti itu Pa Yaya yang mau maksa aku"
Setelah beres mencuci piring, aku singkirkan semua khayalanku yang ga jelas itu.
Aku masuk kamar, meraih hapeku. Oiya, aku ada janji mau pergi ke rumahnya Desi pagi ini.
Lalu aku sms Desi untuk memastikan dia ada dirumah.
Saat aku telah siap berpakaian untuk pergi ke rumah Desi, aku kembali melihat layar hapeku.
Belum ada balasan dari Desi. Aku memainkan hapeku.
Tanpa sengaja ada panggilan masuk yang aku reject.
Aku belum sempat melihat nomor tersebut. Karena begitu ada panggilan masuk, tanganku sedang memijit tombol reject.
Penasaran aku buka log di hapeku. Buka log, panggilan, panggilan masuk, oh nomer baru ternyata yang aku reject tadi!
Pikiranku langsung melayang ke khayalan saat mencuci piring tadi.
Wah, gimana kalo yang baru aja aku reject tu Pa Yaya?
"Ah bodo amat deh. Bagus aku reject!" Kata satu sisi hatiku.
"Tapi kamu ga sopan, masa ngereject telfon dari guru?" Kata satu sisi hatiku yang lain.
"Seeeh, ga penting deh ah mikirin itu!" Aku berkata akhirnya.
Aku ke meja riasku, memoles wajahku dengan bedak tipis.
"Ih si Desi kok ga bales aja yaa?" Pikirku dalam hati
Aku meraih hapeku kembali.
Ada panggilan masuk! Dan, nomor yang memanggil ituu, nomor yang tadi aku reject! Omaigad !
Dengan hati berdebar, aku biarkan hapeku menyala terus. panggilan masuk itu aku diamkan. Aku tak berani mengankatnya, apalagi merejectnya!
Akhirnya hapeku berhenti menyala, satu panggilan tak terjawab.
Aku keluar kamar, dan kembali menonton Dahsyat.
"Lama juuga ya Desi bales smsnya" Kataku dalam hati.
Telepon tumah berdering.
Hatiku bergemuruh tak keruan.
Aku malas mengangkatnya.
Tadinya aku mau menyuruh bibiku untuk mengangkatnya.
Tapi entah dorongan apa yang membuat aku meraih telepon rumah tersebut.
"Halo?" Kataku
"Ini nggie?" Tanya seseorang disebrang sana. Suara seorang wanita, tapi aku tak mengenal suaranya.
"Iya, ini siapa?" Tanyaku hati hati. Aku mulai dekdekan
"Nggie ini Bu Yuyun, sekarang ke sekolah ya, bawa bukunya. Ibu tunggu di perpustakaan, ikutan OSN Biologi tea ya, sok cepetan siap siap. Tadi katanya lagi banyak tugas ya? Kata kepala sekolah tugasnya nanti aja, sekarang mah nggie nya ke sekolah aja" Suara disebrang sana tak memberikan aku kesempatan untuk berbicara sedikitpun.
"Halo? Nggie? Masih disitu?" Kata Bu Yuyun
Aku baru tersadar, barusan aku bengong! "Eh iya bu?" Kataku pura pura bego
"Ya udah cepetan sekarang ke sekolah. Ibu tunggu. Ibu mah maksa, jadi nggie harus ke sekolah sekarang"
"Harus sekarang bu?" Tanyaku, masih bego.
"Iyaa sekarang, cepetan ya" Bu Yuyun, guru biologiku yang terkenal jayus, menutup telfonnya.
Tanpa berkata kata, aku lari ke kamar.
Aku menangis.
Mereka ga punya perasaan banget sih! Mereka gatau rasanya dipaksa. Ah besook, gilaaa, BESOK! Kenapa musti dadakan banget sih? Apa mereka gatau, ga gampang tau ikut sebuah olimpiade itu! Meski itu pelajaran yang aku kuasai, tapi tetep aja. Ga sanggup!
Gini nih, susahnya jadi anak yang dikenal guru. Susahnya jadi anak yang nilainya lumayan, ditambah anak guru lagi! Mampus deh!
Haaa mending kalo aku suka sama pelajarannya, ini? Hih naudzubillah, pelajaran hapalan nama nama latin! Ngeri ngebayanginnya juga.
Kalo boleh milih, aku mending kabur ke ujung dunia aja, daripada harus berhadapan dengan hari esok. Sumpah aku ga sanggup! Tekanan batin.
aku beneran gamauu. Sueer aku gamauu.
Tapi ya ampuun, kenapa si ibu bawa bawa kepala sekolah segalaa. Mati kutu akuu!
Hmm okeey, aku harus dewasa. Aku harus siap. Siap saat dibutuhin sama sekolah. Ya, aku harus bisa. Masa bodo ntar hasil olimpiadenya kaya gimana, yang penting aku ngewakilin sekolah!
Aku memberi semangat pada diriku sendiri.
Akhirnya aku berganti pakaian. Aku mengenakan seragamku. Kemudian memasukkan buku buku biologi ke tasku.
Tapi kemudian..
Subang, 5 April 2010
Kejadian ini terjadi beberapa jam lalu. Ya, hanya sekejap. Namun itu membuat aku sangat tersiksa.
Saat itu aku sedang sarapan sambil menonton Dahsyat, acara musik yang disiarkan RCTI.
Tiba tiba telepon rumah berdering, aku yang sedang mengunyah sarapanku, malas malasan mengangkat telepon.
Begini kira kira percakapanku di telepon itu
Suara di sebrang sana "Nggie? Ieu nggie?"
"Enyaa, naon mah?" Kataku tak begitu jelas, karena masih mengunyah nasi dan tumis kangkung, sarapanku.
"Gie saur Pa Yaya hoyong teu ngiringan kebumian tea, ayeuna enggal kadieu" Pinta mamaku
"Hah? Naon alim ah, enjing kan OSN na? Meni di dadak, alim!" Kataku tegas
"Yeh saur Pa Yaya kedah ceunah, nyobian weh atuh" Mamaku masih meminta
"Alim! Ayeuna teh nuju seueur tugas mamaah, seueur nu kedah dikerjakeun nuju liburan teh" Jelasku
"Nya ayeuna kadieu heula weh, bimbingan heula, keputusan ngiring atau henteu na mah kumaha ngke" Mamaku tetap meminta
"Aaaah alim mama! Aliiimmm!" Aku mulai tak tenang
"Tuh da Pa Yaya, hm nya ntos lah. Lain mah nyobian heula" Mamaku sedikit kecewa
"Da saur nggie alim nya alim. Dadakan pisan sih" Kataku ketus, sebal!
"Nya ntos, assalamualaikum" Mamaku memutus telepon sebelum aku menjawab salamnya.
Aku kembali ke tempat dudukku, melanjutkan sarapan dengan hati tidak tenang.
Saat selesai makan, aku pergi ke dapur untuk minum dan mencuci piring.
Saat mencuci piring itu, khayalanku beraksi.
"Hmm gimana kalo nanti Pa Yaya yang neleponnya, terus maksa aku, mau ngomong apaan aku? mati deh udah, ga bakalan bisa nolak!"
"Ah berarti nanti kalo ada nomer yang ga dikenal nelfon ke hape aku, aku diemin aja deh, pasti itu Pa Yaya yang mau maksa aku"
Setelah beres mencuci piring, aku singkirkan semua khayalanku yang ga jelas itu.
Aku masuk kamar, meraih hapeku. Oiya, aku ada janji mau pergi ke rumahnya Desi pagi ini.
Lalu aku sms Desi untuk memastikan dia ada dirumah.
Saat aku telah siap berpakaian untuk pergi ke rumah Desi, aku kembali melihat layar hapeku.
Belum ada balasan dari Desi. Aku memainkan hapeku.
Tanpa sengaja ada panggilan masuk yang aku reject.
Aku belum sempat melihat nomor tersebut. Karena begitu ada panggilan masuk, tanganku sedang memijit tombol reject.
Penasaran aku buka log di hapeku. Buka log, panggilan, panggilan masuk, oh nomer baru ternyata yang aku reject tadi!
Pikiranku langsung melayang ke khayalan saat mencuci piring tadi.
Wah, gimana kalo yang baru aja aku reject tu Pa Yaya?
"Ah bodo amat deh. Bagus aku reject!" Kata satu sisi hatiku.
"Tapi kamu ga sopan, masa ngereject telfon dari guru?" Kata satu sisi hatiku yang lain.
"Seeeh, ga penting deh ah mikirin itu!" Aku berkata akhirnya.
Aku ke meja riasku, memoles wajahku dengan bedak tipis.
"Ih si Desi kok ga bales aja yaa?" Pikirku dalam hati
Aku meraih hapeku kembali.
Ada panggilan masuk! Dan, nomor yang memanggil ituu, nomor yang tadi aku reject! Omaigad !
Dengan hati berdebar, aku biarkan hapeku menyala terus. panggilan masuk itu aku diamkan. Aku tak berani mengankatnya, apalagi merejectnya!
Akhirnya hapeku berhenti menyala, satu panggilan tak terjawab.
Aku keluar kamar, dan kembali menonton Dahsyat.
"Lama juuga ya Desi bales smsnya" Kataku dalam hati.
Telepon tumah berdering.
Hatiku bergemuruh tak keruan.
Aku malas mengangkatnya.
Tadinya aku mau menyuruh bibiku untuk mengangkatnya.
Tapi entah dorongan apa yang membuat aku meraih telepon rumah tersebut.
"Halo?" Kataku
"Ini nggie?" Tanya seseorang disebrang sana. Suara seorang wanita, tapi aku tak mengenal suaranya.
"Iya, ini siapa?" Tanyaku hati hati. Aku mulai dekdekan
"Nggie ini Bu Yuyun, sekarang ke sekolah ya, bawa bukunya. Ibu tunggu di perpustakaan, ikutan OSN Biologi tea ya, sok cepetan siap siap. Tadi katanya lagi banyak tugas ya? Kata kepala sekolah tugasnya nanti aja, sekarang mah nggie nya ke sekolah aja" Suara disebrang sana tak memberikan aku kesempatan untuk berbicara sedikitpun.
"Halo? Nggie? Masih disitu?" Kata Bu Yuyun
Aku baru tersadar, barusan aku bengong! "Eh iya bu?" Kataku pura pura bego
"Ya udah cepetan sekarang ke sekolah. Ibu tunggu. Ibu mah maksa, jadi nggie harus ke sekolah sekarang"
"Harus sekarang bu?" Tanyaku, masih bego.
"Iyaa sekarang, cepetan ya" Bu Yuyun, guru biologiku yang terkenal jayus, menutup telfonnya.
Tanpa berkata kata, aku lari ke kamar.
Aku menangis.
Mereka ga punya perasaan banget sih! Mereka gatau rasanya dipaksa. Ah besook, gilaaa, BESOK! Kenapa musti dadakan banget sih? Apa mereka gatau, ga gampang tau ikut sebuah olimpiade itu! Meski itu pelajaran yang aku kuasai, tapi tetep aja. Ga sanggup!
Gini nih, susahnya jadi anak yang dikenal guru. Susahnya jadi anak yang nilainya lumayan, ditambah anak guru lagi! Mampus deh!
Haaa mending kalo aku suka sama pelajarannya, ini? Hih naudzubillah, pelajaran hapalan nama nama latin! Ngeri ngebayanginnya juga.
Kalo boleh milih, aku mending kabur ke ujung dunia aja, daripada harus berhadapan dengan hari esok. Sumpah aku ga sanggup! Tekanan batin.
aku beneran gamauu. Sueer aku gamauu.
Tapi ya ampuun, kenapa si ibu bawa bawa kepala sekolah segalaa. Mati kutu akuu!
Hmm okeey, aku harus dewasa. Aku harus siap. Siap saat dibutuhin sama sekolah. Ya, aku harus bisa. Masa bodo ntar hasil olimpiadenya kaya gimana, yang penting aku ngewakilin sekolah!
Aku memberi semangat pada diriku sendiri.
Akhirnya aku berganti pakaian. Aku mengenakan seragamku. Kemudian memasukkan buku buku biologi ke tasku.
Tapi kemudian..
Langganan:
Postingan (Atom)