Senin, 05 April 2010

ENTAHLAH, MUNGKIN TEKANAN BATIN (1)

HANYA SEKEJAP, NAMUN MERUBAH HIDUPKU.

Subang, 5 April 2010

Kejadian ini terjadi beberapa jam lalu. Ya, hanya sekejap. Namun itu membuat aku sangat tersiksa.

Saat itu aku sedang sarapan sambil menonton Dahsyat, acara musik yang disiarkan RCTI.

Tiba tiba telepon rumah berdering, aku yang sedang mengunyah sarapanku, malas malasan mengangkat telepon.

Begini kira kira percakapanku di telepon itu

Suara di sebrang sana "Nggie? Ieu nggie?"

"Enyaa, naon mah?" Kataku tak begitu jelas, karena masih mengunyah nasi dan tumis kangkung, sarapanku.

"Gie saur Pa Yaya hoyong teu ngiringan kebumian tea, ayeuna enggal kadieu" Pinta mamaku

"Hah? Naon alim ah, enjing kan OSN na? Meni di dadak, alim!" Kataku tegas

"Yeh saur Pa Yaya kedah ceunah, nyobian weh atuh" Mamaku masih meminta

"Alim! Ayeuna teh nuju seueur tugas mamaah, seueur nu kedah dikerjakeun nuju liburan teh" Jelasku

"Nya ayeuna kadieu heula weh, bimbingan heula, keputusan ngiring atau henteu na mah kumaha ngke" Mamaku tetap meminta

"Aaaah alim mama! Aliiimmm!" Aku mulai tak tenang

"Tuh da Pa Yaya, hm nya ntos lah. Lain mah nyobian heula" Mamaku sedikit kecewa

"Da saur nggie alim nya alim. Dadakan pisan sih" Kataku ketus, sebal!

"Nya ntos, assalamualaikum" Mamaku memutus telepon sebelum aku menjawab salamnya.

Aku kembali ke tempat dudukku, melanjutkan sarapan dengan hati tidak tenang.

Saat selesai makan, aku pergi ke dapur untuk minum dan mencuci piring.

Saat mencuci piring itu, khayalanku beraksi.

"Hmm gimana kalo nanti Pa Yaya yang neleponnya, terus maksa aku, mau ngomong apaan aku? mati deh udah, ga bakalan bisa nolak!"

"Ah berarti nanti kalo ada nomer yang ga dikenal nelfon ke hape aku, aku diemin aja deh, pasti itu Pa Yaya yang mau maksa aku"

Setelah beres mencuci piring, aku singkirkan semua khayalanku yang ga jelas itu.

Aku masuk kamar, meraih hapeku. Oiya, aku ada janji mau pergi ke rumahnya Desi pagi ini.

Lalu aku sms Desi untuk memastikan dia ada dirumah.

Saat aku telah siap berpakaian untuk pergi ke rumah Desi, aku kembali melihat layar hapeku.

Belum ada balasan dari Desi. Aku memainkan hapeku.

Tanpa sengaja ada panggilan masuk yang aku reject.

Aku belum sempat melihat nomor tersebut. Karena begitu ada panggilan masuk, tanganku sedang memijit tombol reject.

Penasaran aku buka log di hapeku. Buka log, panggilan, panggilan masuk, oh nomer baru ternyata yang aku reject tadi!

Pikiranku langsung melayang ke khayalan saat mencuci piring tadi.

Wah, gimana kalo yang baru aja aku reject tu Pa Yaya?

"Ah bodo amat deh. Bagus aku reject!" Kata satu sisi hatiku.

"Tapi kamu ga sopan, masa ngereject telfon dari guru?" Kata satu sisi hatiku yang lain.

"Seeeh, ga penting deh ah mikirin itu!" Aku berkata akhirnya.

Aku ke meja riasku, memoles wajahku dengan bedak tipis.

"Ih si Desi kok ga bales aja yaa?" Pikirku dalam hati

Aku meraih hapeku kembali.

Ada panggilan masuk! Dan, nomor yang memanggil ituu, nomor yang tadi aku reject! Omaigad !

Dengan hati berdebar, aku biarkan hapeku menyala terus. panggilan masuk itu aku diamkan. Aku tak berani mengankatnya, apalagi merejectnya!

Akhirnya hapeku berhenti menyala, satu panggilan tak terjawab.

Aku keluar kamar, dan kembali menonton Dahsyat.

"Lama juuga ya Desi bales smsnya" Kataku dalam hati.

Telepon tumah berdering.
Hatiku bergemuruh tak keruan.
Aku malas mengangkatnya.
Tadinya aku mau menyuruh bibiku untuk mengangkatnya.
Tapi entah dorongan apa yang membuat aku meraih telepon rumah tersebut.

"Halo?" Kataku

"Ini nggie?" Tanya seseorang disebrang sana. Suara seorang wanita, tapi aku tak mengenal suaranya.

"Iya, ini siapa?" Tanyaku hati hati. Aku mulai dekdekan

"Nggie ini Bu Yuyun, sekarang ke sekolah ya, bawa bukunya. Ibu tunggu di perpustakaan, ikutan OSN Biologi tea ya, sok cepetan siap siap. Tadi katanya lagi banyak tugas ya? Kata kepala sekolah tugasnya nanti aja, sekarang mah nggie nya ke sekolah aja" Suara disebrang sana tak memberikan aku kesempatan untuk berbicara sedikitpun.

"Halo? Nggie? Masih disitu?" Kata Bu Yuyun

Aku baru tersadar, barusan aku bengong! "Eh iya bu?" Kataku pura pura bego

"Ya udah cepetan sekarang ke sekolah. Ibu tunggu. Ibu mah maksa, jadi nggie harus ke sekolah sekarang"

"Harus sekarang bu?" Tanyaku, masih bego.

"Iyaa sekarang, cepetan ya" Bu Yuyun, guru biologiku yang terkenal jayus, menutup telfonnya.

Tanpa berkata kata, aku lari ke kamar.

Aku menangis.

Mereka ga punya perasaan banget sih! Mereka gatau rasanya dipaksa. Ah besook, gilaaa, BESOK! Kenapa musti dadakan banget sih? Apa mereka gatau, ga gampang tau ikut sebuah olimpiade itu! Meski itu pelajaran yang aku kuasai, tapi tetep aja. Ga sanggup!

Gini nih, susahnya jadi anak yang dikenal guru. Susahnya jadi anak yang nilainya lumayan, ditambah anak guru lagi! Mampus deh!

Haaa mending kalo aku suka sama pelajarannya, ini? Hih naudzubillah, pelajaran hapalan nama nama latin! Ngeri ngebayanginnya juga.

Kalo boleh milih, aku mending kabur ke ujung dunia aja, daripada harus berhadapan dengan hari esok. Sumpah aku ga sanggup! Tekanan batin.

aku beneran gamauu. Sueer aku gamauu.

Tapi ya ampuun, kenapa si ibu bawa bawa kepala sekolah segalaa. Mati kutu akuu!

Hmm okeey, aku harus dewasa. Aku harus siap. Siap saat dibutuhin sama sekolah. Ya, aku harus bisa. Masa bodo ntar hasil olimpiadenya kaya gimana, yang penting aku ngewakilin sekolah!

Aku memberi semangat pada diriku sendiri.

Akhirnya aku berganti pakaian. Aku mengenakan seragamku. Kemudian memasukkan buku buku biologi ke tasku.

Tapi kemudian..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar