Senin, 05 April 2010

ENTAHLAH, MUNGKIN TEKANAN BATIN (2)

...Tapi kemudian, terbayang kembali nama nama latin di pelajaran tersebut. Ah gamaauuuu! Aku gasuka ngapalin nama nama itu! Benciii!

Kenapa harus aku? Kenapa ibu harus milih aku? Apa gara gara nilai biologiku bagus? Ah kalau tau begini akhirnya, mendingan aku di remed waktu itu -,-

Aku kembali putus asa.

Syabina harus bisa! Syabina ga boleh jadi pengecut! Syabina bisa!
Harus bisaaaaa! Jerit batinku.

Akhirnya, dengan perasaan yang kacau balau. Aku menyaipkan diriku untuk mendatangi sekolah.

Aku melihat hapeku, ada balasan dari Desi. Hmm aku harus mampir ke rumahnya, aku sudah janji.

Saat berpamitan pada bibi, aku ketus. Entah mengapa, aku masih dongkol dengan paksaan ini. Begitupun saat aku berjalan menuju rumahnya Desi, aku bertemu teman sekolahku. Akupun membalas sapaannya dengan ketus. Ah kenapa aku ini?

Aku berjalan menuju rumahnya Desi, aku kesana untuk mebayar pulsa yang aku beli kemarin. Ga enak kalo terlalu lama bayarnya.

Setelah sampai dirumahnya Desi, aku buru buru memberikan uang itu.

Desi mungkin heran, mengapa disaat anak SMA (kecuali kelas XII) pada libur, aku malah memakai seragam sekolah.

Akhirnya aku ceritakan secara singkta pada Desi apa yang aku alami.

Tapi karena aku tak punya banyak waktu, aku cepat cepat pamit.

Aku menunggu angkot di depan gang rumahnya Desi.

Lama, tak ada angkot yang melintas.

Hmm mungkin Allah juga ga ngijinin aku buat pergi ke sekolah. Kataku asal dalam hati

Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya angkot yang aku caripun muncul.

Sepanjang perjalanan, aku masih memikirlan apa yang akan terjadi kedepannya.

Besok? Olimpiade? Huuuh -,-
Rasa sebal, marah, dongkol, benci, semua menyatu.

Aku benar benar tidak suka dengan paksaan ini!

Aku ingin menangis, tapi aku sedang berada di angkot. Aku masih punya rasa malu. Akhirnya aku tahan rasa itu.

Sampai di gerbang SMAN 3 Subang. Sepi.

Mungkin kelas XII sedang pusing mengerjakan soal US mereka masing masing.

Aku tadinya akan langsung masuk dan menuju perpustakaan sekolah, tapi aku malu. pasti banyak guru guru di dalam. Ditambah dengan mukaku yang sembab karena habis menagis tadi di rumah dan menahan tangis tadi di angkot.

Akhirnya aku duduk dibawah pohon belimbing. Seorang satpam memperhatikanku. Tapi aku tak peduli.

Aku mengsms mamaku, tapi lama tak ada balasan. Akhirnya aku menelfonnya.

Mamaku datang dari arah dalam. Aku menghampirinya.

Mamaku heran, bukannya tadi aku ga mau ke sekolah?

Akhirnya aku bercerita, Bu Yuyun maksa aku, pake bawa kepala sekolah segala lagi -,-

Mamaku mengajak aku duduk disebuah bangku panjang di depan kelas XII IPS

Aku disana berdialog dengan mamaku, cukup alot. Karena aku sulit berkata kata. Aku sedang marah, sebal, dongkol, benci!

Aku memalingkan muka dari wajah mamaku. Aku tak kuasa menatap matanya.

Mamaku meyakinkanku. Ah tapi aku taj pernah yakin dengan kemampuanku sendiri!

Aku tak kuasa menahan tangis, akhirnya aku menagis disana. Di bangku panjang depan kelas XII IPS. Ya, aku memang cengeng.

Aku menghapus air mataku dengan tissue yang aku bawa. Tapi tissue itu tak berguna sama sekali.

Akhirnya aku berlari ke toilet yang berada di ujung kelas XII IPS.

Saat berlari tersebut, aku sempat berpapasan dengan mantan guru fisika ku, aku menyalaminya dengan muka tertunduk, beliau senpat bertanya, "Kenapa? Kok nangis?" Aku tak mengiraukannya

Di dalam toilet aku menangis sepuasnya, aku nyalakan keran sekencangkencangnya agar dapat menelan suara tangisku.

Aku tertekaaan! Sungguh tertekan.

Setelah reda tangisku dan sedikit hilang bekas tangis dimataku, aku keluar toilet.

Mama sudah menungguku diluar toilet.

Mama bilang, "udah biarin, gapapa ga ikutan juga. Mama udah bilang ke Bu Yuyun"

Saat itu aku masih dongkol. Aku tak berkata apa apa. Aku bingung harus senang atau bagaimana.

Mama lalu mengajakku bertemu bu Yuyun di ruang guru.

Spontan aku menolaknya, aku lebih baik pulang ke rumah.

Lantas mama mengantarkanku sampai ke gerbang.

Aku pulang, menaiki angkot yang biasa aku naiki jika pulang sekolah.

Hhhhhh.. Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku sendiri.

Aku memang merasa lega karena tak jadi mengikuti OSN itu. Tapi masih ada yang mengganjal di hati.

Mungkin sekolahku tak mengirimkan wakilnya untuk mapel Biologi. Karena aku tak mau mengikutinya. Tapi salah sendiri, kenapa mintanya dadakan? Seh , sebal !

Mungkin , aku telah menyelesaikan masalah ini. Tapi aku rasa aku memulai suatu masalah baru.

Ya, aku tak tahu bagaimana nanti jika aku bertemu dengan Bu Yuyun. Di kelas ataupun dilingkungan sekolah lainnya.

Aku merasa bersalah. Tapi ah, beliau juga salah.

Mungkin beliau kecewa berat dengan sikapku. Tapi itu semua demi kebaikanku. Aku tak mau stress dengan beban itu.

Hm aku hanya bisa berdoa, supaya nanti jika aku bertemu dengan beliau, aku maupun beliau telah melupakan hal ini. Amin.

Ditulis : 05042010 pukul 13.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar